Dicari Masjid Sayang Anak

Dicari Masjid Sayang Anak

n.e

Dicari Masjid Sayang Anak

Dicari masjid sayang anakDi suatu masjid supermegah di dekat kampung saya, di daerah hampir Jakarta coret, saya membaca tulisan ini:

Anak-anak dilarang berisik.

Sebagai seorang yang berkecimpung di dunia anak, saya terganggu, atau lebih tepatnya tersinggung. Tidak hanya mata saya jadi perih, pendengaran saya juga sakit. Melalui pengeras suara terdengar peringatan agar orang tua menjaga anaknya supaya tidak berlari-larian.

Duh, pengurus masjid lupa ya bahwa anak adalah kupu-kupu surga. Suatu saat mereka akan tua, anak-anaklah yang kelak akan mengurus masjid. Seharusnya anak-anak punya kenangan yang indah pada masjid sehingga kelak mereka akan menyayangi masjid. Ketika mereka mendapat kekerasan di masjid, kemungkinan besar mereka juga akan melakukan hal yang sama ketika dewasa.

Perlunya masjid menyayangi anak

Heran juga, kenapa sih yang jadi sasaran adalah anak? Kenapa tidak ada peringatan-peringatan untuk orang dewasa, yang jelas-jelas sudah tahu baik dan buruk, tapi masih juga melanggar. Misalnya, nih, buang gelas air mineral di halaman, meninggalkan tisu di wastafel, tidak melipat mukena atau sarung yang habis dipakai, dan yang paling parah menggosipkan artis yang putus cinta atau malah tetangga sebelah.

Anak ya anak. Mereka perlu melompat, lari dan bergerak. Bila ada sarana bermain, mereka akan belajar memahami aturan bahwa halaman adalah tempat bermain, sedangkan ruang shalat adalah tempat mereka harus berjalan pelan dan bersuara pelan. Saya yakin kalau ada aturan dasar, perilaku anak bisa terkontrol.

Kalau tidak ada lahan untuk arena bermain, bisa juga sudut untuk membaca cerita Nabi atau bermain pazel Islami. Sudut ini dibutuhkan untuk pengalihan bila anak gelisah ketika ikut orang tuanya mendengarkan ceramah yang panjang.

Ya, idealnya sih keduanya ada, sehingga anak bisa melepaskan energi geraknya dan belajar fokus dengan kegiatan bermain motorik halus atau membaca. 

Selain area bermain, masjid pun perlu membekali guru dengan kemahiran manajeman kelas dalam kegiatan belajar mengaji. Kemahiran ini akan mempermudah guru melakukan multitasks: mengajarkan iqra kepada anak yang duduk di depannya sambil mengawasi anak yang sedang bermain.

Lalu?

Baca ya kelanjutannya di Rahma.id. Tulisan ini sudah dimuat di sana. 

Tinggal klik di sini.

Masjid Sayang Anak

Narasi Pendidikan yang Lain

No Results Found

The page you requested could not be found. Try refining your search, or use the navigation above to locate the post.

Web Narasi n.ews

Menulis Narasi dengan Renyah & Lincah

 

Pengisi Konten: Endah WS

Page Builder: Divi/Elegant Themes

Layout Pack: Writer

Font: Cutive Mono (Heading)/Ubuntu (Body Text)

 

 

n.ews

Daya Lenting Guru Milenial di Masa Pandemi

Daya Lenting Guru Milenial di Masa Pandemi

N.E

Daya Lenting Guru Milenial di Masa Pandemi

Daya Lenting Guru Milenial-Hari sudah pukul 16. Kesibukan di sekolah kami belum berakhir. Guru-guru masih asyik mengulik peralatan yang dipakai untuk blended learning. Dua smart TV telah dipasang di dua kelas yang berdampingan. Pada  layar televisi dipasang webcam, sehingga anggota kelas bisa dapat muncul sebagai participants pada kegiatan belajar daring dengan menggunakan aplikasi Zoom.

Mereka mengadakan simulasi. Ada yang menjadi pengajar, dan ada  yang menjadi murid. Guru-guru muda itu sedang mencoba pembelajaran yang memadukan tatap muka dan daring (blended learning).

Simulasi itu dilakukan karena kemungkinan besar pekan berikutnya kami, sebuah SD Swasta di Jakarta, akan mulai melakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Itu baru kemungkinan, ya, karena kami masih menunggu Surat Keputusan (SK) dari Dinas Pendidikan. Meskipun belum ada kepastian, guru-guru melakukan persiapan lebih awal.

Bagaimana seandainya  tidak jadi Pembelajaran Tatap Muka? Hmm … sejak awal masa pandemi, kami semua terbiasa dengan hal yang tidak pasti, mendadak, dan berubah.

 

Resiliensi di Masa Pandemi

Dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh UI bertajuk Resiliensi di Masa Pandemi disampaikan bahwa kemampuan resiliensi orang Indonesia itu rendah. “Mereka cenderung tidak tahan terhadap tekanan atau rasa sakit serta cenderung pesimis melihat masa depan ketika mengalami situasi yang menekan dan membuat mereka terpukul,” ujar Dr. Bagus Takwin, M.Hum, peneliti utama dalam penelitian itu.

Penelitian itu membuat saya mencermati guru-guru saya, juga guru-guru dari SD lain secara random. Apakah mereka masuk dalam kategori masyarakat dengan kemampuan resiliensi (daya lenting) rendah?

Jawaban atas pertanyaan itu saya uraikan berdasarkan pengalaman dan pengamatan pribadi saya. Jadi saya tidak bermaksud menggugat penelitian akademisi.

Menjadi Guru di Masa Pandemi

Pertama saya akan uraikan bagaimana menjadi guru di era pandemi. Hal yang mendasar adalah berkurangnya “arena privasi”  seorang guru. Saat mengajar, orang tua si anak kemungkinan besar akan mendampingi, kalaupun tidak mengawasi. Bila si anak masih di kelas 1 atau 2 SD, kemungkinan besar ada orang tua di samping si anak. Kalau si anak sudah kelas 3 dan 4, kemungkinan orang tuanya akan berada di ruang yang sama, tidak secara langsung mengawasi, tetapi tetap memantau. Kalau sudah kelas 6, biasanya anak belajar di kamar sendiri. Pastinya orang tuanya masih tetap memperhatikan. Intervensi dari orang tua pasti akan lebih cepat muncul, terutama dari kelas rendah, kalau muncul ketidaknyamanan anak atau kualitas mengajar.

Menurut Margaret Freund, dalam The Classroom as an Arena of Teachers’ Work, kelas adalah arena guru untuk  menerapkan wisdom of practice. Artinya, saat menghadapi masalah dalam pembelajaran, guru akan mencari jalan keluar. Arena itu tidak berkembang bila ada intervensi.

Tantangan demi Tantangan

Tantangan kedua terkait dengan kepuasan guru dalam melihat perkembangan siswanya. Sayangnya, di saat pandemi ada keterbatasan dalam memberikan pembelajaran. Misalnya, dalam mengajarkan menulis (handwriting) pada siswa level rendah, guru dapat memberikan contoh lebih baik saat tatap muka dibandingkan dengan ketika daring.

Tantangan mengajar juga datang dari pihak pembuat kebijakan. Misalnya, jadwal-jadwal yang bertabrakan: ada  vaksinasi siswa usia 12 tahun, persiapan Pembelajaran Tatap Muka, Asesmen Nasional, dan Penilaian Tengah Semester.

Bagaimana Guru Milenial Menghadapi Tantangan Itu?

Silakan simak di sini.

guru milenial

Narasi Pendidikan yang Lain

No Results Found

The page you requested could not be found. Try refining your search, or use the navigation above to locate the post.

Web Narasi N.EWS

Menulis Narasi dengan Renyah & Lincah

 

Pengisi Konten: Endah WS

Page Builder: Divi/Elegant Themes

Layout Pack: Writer

Font: Cutive Mono (Heading)/Ubuntu (Body Text)

 

 

N.EWS

Surat untuk Hening

Surat untuk Hening

Surat untuk Hening

Surat untuk Hening – Hening, sore ini kami datang ke rumahmu di tengah hujan deras.  Kami baru mendengar berita tentang dirimu tadi pagi, semiggu setelah kepergianmu. Adikmu, Banyu, baru masuk sekolah hari ini. Dia bercerita bahwa dia tidak masuk karena, “Mbak Hening meninggal.”

Ya, orang tuamu mestinya menelepon ke sekolah, mengabarkan bahwa adikmu tidak bisa datang ke sekolah karena ada kedukaan. Apalagi di pekan lalu Banyu mendapat giliran menjadi pemimpin kelas, dan ibu atau ayahmu bisa mengisi kegiatan kelas.

Kami selalu berharap ada perubahan dari orang tuamu, apalagi di saat Banyu mempunyai momen penting, seperti menjadi pemimpin. Namun hal itu tidak pernah terjadi. Sejak Banyu duduk di kelas 1 hingga kelas 3 SD, ibumu hanya datang saat mengambil rapor. Ayahmu yang bertugas di luar kota baru sekali hadir dalam pertemuan dengan wali kelas membahas adikmu. Dalam kesempatan itu ayah dan ibumu berjanji akan lebih memperhatikan Banyu.

N.E

Surat ini untukmu, Hening

Saat Banyu berulang tahun bulan lalu, ibumu berjanji akan hadir di sekolah. Untuk anak yang berulang tahun, orang tua dapat hadir dalam doa bersama sambil mendengarkan guru kelas membacakan sejarah hidup yang berulang tahun dari bayi hingga usia terkini. Ibumu tidak  mengirim cerita tentang adikmu, sehingga guru kelas tidak dapat bercerita tentang pengalaman adikmu sejak lahir hingga sekarang. Banyu hanya menatap kosong saat guru mengajak teman-temannya berdoa.

Banyu tidak hadir pekan lalu. Kejengkelan saya kepada orang tuamu memuncak. Saya beranggapan orang tuamu menyia-nyiakan kesempatan untuk mengembangkan adikmu jadi anak yang percaya diri. Ya, biasanya anak yang jadi pemimpin akan tumbuh percaya dirinya.

Saya sudah membuat surat peringatan untuk orang tuamu, sampai datang berita dari adikmu tentang kepergianmu.

Dalam Surat ini, Saya Ucapkan Selamat Jalan, Hening

Sore ini kami pun datang ke rumahmu, untuk pertama kalinya. Suasana duka masih tampak dari papan-papan duka cita di halaman rumahmu. Sebilah papan bunga terjatuh tertiup angin. Guru-guru mengangkatnya dan menyandarkannya ke dinding. Di papan itu tertulis namamu: Hening Ayu.

Baca lanjutan cerita sendu ini di Rahma.id.

Hening

Selain “Surat untuk Hening”, Baca Juga … 

No Results Found

The page you requested could not be found. Try refining your search, or use the navigation above to locate the post.

Web Narasi N.EWS

Menulis Narasi dengan Renyah & Lincah

 

Pengisi Konten: Endah WS

Page Builder: Divi/Elegant Themes

Layout Pack: Writer

Font: Cutive Mono (Heading)/Ubuntu (Body Text)

 

 

N.EWS

× Hubungi saya