30DWC

#35 – Squad 6

Bismillah. Saya mengikuti 30DWC dengan tujuan untuk menulis draf teenbio Gajah Mada. 

Saya sudah menulis #1-#10 sebagai cerita berurutan.  

Pada bagian ini saya akan menulis refleksi saya tentang proses penulisan. Refleksi adalah bagian yang berharga dari sebuah proses karena kita bisa belajar banyak dari yang sudah kita jalani. 

#11

Sabtu, 26 Februari 2022

Meniru Kesetiaan Gajah Mada

Jurnal #1

Hari ini saya menulis agak berbeda. Saya tidak menulis lanjutan cerita Gajah Mada, namun membuat jurnal tentang proses penulisan. Ya, ini sudah hari ke-11, dan sudah banyak yang saya alami dalam proses menulis Gajah Mada, yang perlu saya cermati dan pelajari kembali.

Bermula dari keinginan membantu seorang rekan guru yang baru dipindahkan ke kelas 4, saya pun menulis Lesson Sheet (modul belajar) tentang Gajah Mada. Modal saya adalah buku Gajah Mada karangan Mohammad Yamin. Saya memang mengoleksi karya-karya Mohammad Yamin karena ada rencana menulis tentang beliau.

Saat membaca buku Gajah Mada, saya merasakan keraguan. Pak Yamin adalah seorang negarawan, bukan sejarawan ataupun arkeolog. Saya perlu bacaan yang didasarkan pada riset ilmiah. Sekalipun ini buku anak, saya tetap harus bersandarkan pada riset.

Dari pencarian di internet, saya berkenalan dengan Agus Aris Munandar, arkeolog dari UI, dan Slamet Muljana, arkeolog senior dari UGM. Lalu saya jadi membaca terjemahan Negarakretagama (bukan “kertagama” ya) karya Empu Prapanca. Masih ada lagi, Pararaton, yang sudah diterjemahkan oleh Pitono Hardjowardojo.

Buku-buku itu ada yang saya beli di Google Playbooks (terima kasih, Google, menyediakan buku yang saya perlukan dalam waktu cepat), dan ada juga buku antik (Pararaton) yang saya beli di e-commerce.

Dengan buku-buku itu saya pun menulis bahan ajar IPS kelas 4, dan kemudian disampaikan di kelas oleh rekan guru itu. Saya mendengar anak-anak senang dengan cerita singkat Gajah Mada yang dipaparkan. Malah ada yang jadi bangga karena Gajah Mada adalah nama kampus ayahnya. Ada juga yang berencana ke Mojokerto pada liburan mendatang.

Tidak salah kan bahwa memberikan ilmu kepada anak harus research based.

Agar tulisan saya lebih kental, saya perlu datang ke lapangan. Karena itu saya merayu Pak Su untuk ke Trowulan di bulan Februari ini. Kebetulan suami saya ada urusan juga ke Trenggalek dan Yogya, jadilah kami melakukan perjalanan ke timur.

Betul sekali, di Trowulan saya mendapat banyak data baru untuk memperkaya tulisan. Jadi tulisan yang sudah saya submit untuk 30DW kelak perlu saya ubah.

Begitu pulang ke Jakarta, saya mendapat info dari sahabat saya semasa kuliah. Ternyata suaminya lulusan arkeologi UI yang menulis skripsi tentang makanan di masa Trowulan kuno. Duh, saya mesti ke perpustakaan UI untuk membaca skripsinya. Pasti di sana juga banyak perpustakaan itu juga banyak bahan penelitian tentang Trowulan.

Namun saya mesti bersabar. Pulang dari Mojokerto, saya sakit, dan terindikasi positif. Saya mesti menunggu minimal dua minggu mendatang untuk berburu info di tentang Gajah Mada.

Menulis itu sebuah pengabdian, seperti pengabdian Gajah Mada kepada raja dan ratu Majapahit. Atau pengabdian kepada pelampiasan ego? Bisa jadi itu yang terjadi pada saya.

 

 

× Hubungi saya