30DWC
#35 – Squad 6
Pada paruh waktu 30DWC yang kedua, saya mengubah angle tulisan saya. Ini saya lakukan setelah mendapat saran beberapa kenalan yang mendalami budaya dan arkeologi Jawa/Majapahit. Dari saran itu, saya menulis tentang Trowulan, bukan lagi Gajah Mada.
Saya memakai tokoh seorang anak kelas 4 SD Swasta di Jakarta Selatan bernama Ken.
Bismillah.
#15
Rabu, 2 Maret 2022
Pohon Maja di Belakang Sekolah
Di belakang sekolah Ken ada pohon maja. Pohon itu tidak terurus, namun tumbuh subur. Tentu saja karena pohon itu tumbuh di tepi sungai yang mengalir di belakang sekolah. Jadi dia punya cadangan air minum yang banyak. Matahari pun berlimpah di tempat itu. Ekosistem yang tepat untuk pohon maja.
Yang unik dari maja adalah buahnya. Bentuknya bulat berwarna hijau. Besarnya kira-kira sama dengan kepala Ken. Kulitnya keras seperti batok kelapa. Karena begitu kerasnya, kulit itu dapat dimanfaatkan sebagai gayung. Pak Is, penjaga sekolah, sudah membuat beberapa gayung dari batok maja.
Isi buahnya berwarna putih. Di sekolah, buah maja dipakai untuk penghancur kompos daun bambu. Buah maja punya kemampuan untuk melumat bahan-bahan alami, sehingga sampah organic yang keras dengan cepat dapat hancur.
Tekstur buahnya lembut seperti marshmallow. Tapi rasanya … pahiiiiit.
Maja dan pahit. Majapahit. Kok sama dengan nama kerajaan ya.
Apakah di Majapahit dulu juga banyak pohon maja sehingga diberi nama Majapahit?
Sekolah Ken ada di Jakarta Selatan, di daerah yang masih banyak rimbunan pohon. Apakah Majapahit begitu juga?
Ken ingin pergi ke Trowulan, desa yang menjadi lokasi kerajaan Majapahit. Namun sayangnya dengan kondisi pandemi ini, Ken tidak bisa datang ke sana.
Mama Ken membuatkan virtual tour ke Trowulan untuk Ken.
#30dwcjilid35
#squad6
#day15