Genki Sushi
Resto Serba Tekno
Genki Sushi, Resto serba Tekno! – Ini maksudnya. Kami ditempatkan di suatu meja. Di sebelah saya ada benda-benda aneh yang membuat saya was-was karena merasa gaptek. Ternyata, tidak perlu was-was. Teknologi diciptakan untuk membantu, bukan membuat malu tamu. Ada pramusaji yang membimbing, dan ada penjelasan tertulis.
Kami bertiga meskipun sudah hampir di penghujung 50 tahun, tidak kudet. Tapi begitu masuk resto dengan teknik robot, kami terkejut juga.
Sebelumnya perkenalkan, si Kami ini adalah trio Mbangloners, alias Kembang Telon (Tiga Bunga). Kami punya grup ngalor ngidul, dan setiap hari bertemu. “Rasanya bisa dinikmati lidah Jawa saya; porsinya pas untuk perempuan; harganya pas di dompet,” itu komentar saya ketika makanan yang saya pesan hampir habis.
Dua sahabat saya, Mbak Ai dan Mbak Ira, setuju. Kami bertiga berusia 50 plus, cerewet soal lidah, soal tempat kuliner dan pastinya berprinsip value for money untuk makanan yang kami beli. Tepatnya, di antara kami bertiga yang paling pakar soal kuliner adalah Mbak Ai yang berlatar belakang boga, serta berprofesi sebagai food stylist dan food writer. Soal makanan, Mbak Ai adalah influencer kami.
Ge
Pada kopdar kali ini kami memilih bertemu di Cilandak Town Square (Citos), yang terletak di tengah area tempat tinggal kami. Semula kami tidak memilih resto Genki Sushi. Saat akan menuju resto pilihan kami, tiba-tiba Mbak Ira ingat ada diskon Genki Sushi bagi pengguna suatu provider ponsel. Kami pun sepakat belok ke Genki. Meskipun ternyata diskon itu ternyata tidak berlaku di Genki Citos, kami tetap memutuskan makan di sana.
Pakai tablet + Mbak Pramusaji
Kami memilih menu lewat tablet. Mbak Pramusaji memandu kami untuk memakai alat itu. Kami tidak perlu menunggu semua memesan menu. Kalau sudah sreg, ya langsung klik. Tablet itu ditinggal di meja kami untuk digunakan kalau sewaktu-waktu menambah pesanan.
Makanan diantar dengan kereta yang relnya ada di sebelah kiri saya. Ketika hidangan akan datang, tombol bergambar logo Genki Sushi akan berkedip. Saat piring sudah diambil, kita harus menekan tombol supaya kereta kembali ke tempat penyajian.
Tidak mau mentahan! Bisa?
Mbak Ai yang enggan makan ikan mentah memilih Garlic Salmon Roll, berupa empat potong sushi, yang di dalamnya terdapat potongan timun, alpukat, dan irisan kepiting. Topingnya berupa salmon yang dimasak setengah matang. Pasti dong Mbak Ai mewawancara Mbak Pramusaji dengan detail sebelum memilih.
Saya memesan Kani Ebiko Salad. Selada diberi potongan kepiting (kani) dan ditaburi bubuk udang (ebiko). Porsinya kecil, jadi tidak membuat kenyang. Maknyus pula.
Pilih yang bernama unik
Menu saya yang lain adalah Tuna Salad Gunkan. Gunkan adalah sushi dibungkus nori. Dari namanya jelas: topingnya ikan tuna. Hmm … sedap. Satu porsi hanya dua potong, jadi tidak berat. Sayangnya oh sayangnya saya tidak memotret.
Mbak Ira memilih Seared Kanikama with Spicy Mayo. Kanikama adalah olahan ikan yang diberi citarasa kepiting, dan merupakan perkembangan pangan olah Jepang untuk merespon merebaknya animo pasar terhadap sushi. Irisan “kepiting” berwarna merah yang diberi guratan ditata di atas sushi. Mbak Ira menyantap sushi ini dengan unik. Sushi dimakan terlebih dahulu, baru kemudian kanikama.
Menu kedua yang dipilih Mbak Ira adalah Salmon Belly Nigiris. Menu ini menggunakan bagian perut ikan salmon. Beberapa reviu tentang sushi mengatakan menu ini jarang ditemui, dan hanya ada di restoran sushi yang “proper“. Jadi pilihan Mbak Ira perlu diacungi jempol. Hidangan yang istimewa!
Masih ada lagi pesanan Mbak Ira: Wakame Salad, selada rumput laut. Sepertinya Mbak Ira sedang memanjakan diri karena banyaknya laporan yang dikerjakannya. Pilihan selada dapat menyempurnakan asupan protein dan karbohidrat yang disantapnya siang itu.
Matcha asli
Satu lagi yang menarik siang itu. Ocha pesanan saya. Saat minuman datang yang muncul di kereta hanya gelas kosong. Oh ternyata kita harus mengambil bubuk ocha sendiri. Mbak Ai menyendokkan bubuk ocha untuk saya. “Mau kental atau encer?” tanyanya. Saya jawab, “Sedang.” Mbak Ai menyendok bubuk sambil mengagumi sendok mungil yang ada di wadah ocha. “Ini namanya pinch. Jarang ada sendok sekecil ini,” katanya. Mbak Ai juga bilang ocha ini memakai matcha powder. “Aromanya, tidak tercium rasa wangi manis. Ini matcha asli,” katanya. “Biasanya resto Jepang pakai sencha, teh hijau serpihan.”
Nah, airnya dari mana? Tadi Mbak Pramusaji mengatakan ocha bisa diisi ulang dari keran yang ada di atas meja di sebelah kiri saya. Saya pun pelan pelan memutar tuas keran. Keluarlah air panas.
Bagaimana rasanya? Saya suka karena tidak langu, dan ketika air semakin sedikit, ocha itu meninggalkan sensasi rasa di langit-langit belakang mulut saya. Nikmat.
Ada rambut!
Usai makan, saya masih ingin menyantap kuah. Saya memesan miso telur dengan ramen. Kebetulan di luar hujan. Tumpahan airnya terdengar di atap atrium depan restoran. Miso adalah pilihan yang tepat untuk suasana itu.
Oh ya saat Miso datang saya menemukan rambut pada sendok. Mbak Ai mengatakan itu bisa terjadi: sekalipun rambut kita tertutup, bisa saja selembar rambut nyelonong ke makanan. Mbak Ai menyarankan meminta tukar. Ketika saya sampaikan kepada pramusaji tentang temuan rambut pada sendok, pramusaji tersenyum, meminta maaf dan meminta mangkuk saya untuk ditukar dengan yang baru. Kami bertiga mengapresiasi keputusan itu.
Pesan untuk oleh-oleh yang tersayang
Kalau kita makan nikmat, pasti kita teringat pada orang yang kita sayangi. Mbak Ai dan Mbak Ira pun memesan menu takeaway untuk bunda-bunda tersayang di rumah. Sambil memilih makanan mereka membahas kemampuan mengunyah ibu mereka yang sudah menurun. Oh, putri-putri yang berbakti.
Akhirnya kami merasa sudah saatnya meninggalkan tempat itu. “Mbak, minta bill,” kata saya kepada pramusaji. Jawaban yang diberikan membuat kami ternganga sambil tersenyum: “Diklik saja di tablet.” Hehe … sungguh canggih. Kami seperti anak kecil mencari fitur di tablet, dan keluarlah catatan pesanan serta harganya.
“Rasanya bisa dinikmati lidah Jawa saya; porsinya pas untuk perempuan; harganya pas di dompet,” itu komentar saya ketika makanan yang saya pesan hampir habis. Kami pun berpisah. Beberapa jam kemudian, Mbak Ira menulis di grup Whatsapp Mbanglon: Udh kepen k situ lg ….
Mbak Ai menjawab: Aq jg pengen lagi.
Saya: Sama!
Berapa Rp?
Berapa biaya kepuasan siang itu? Rp248.000 sudah termasuk pajak dan servis. Betul-betul value for money! Uang yang kami keluarkan mempunyai nilai kepuasan besar. Ini perincian biaya kami:
Garlic Salmon Roll = Rp40.000
Kani Ebiko Salad = Rp30.000
Tuna Salad Gunkan = Rp26.000
Seared Kanikama = Rp20.000
Salmon Belly Nigiris = Rp28.000
Wakame Salad = Rp25.000
Ocha = Rp12.000
Alamat:
Cilandak Town Square (Citos), Lantai 1, Jl. TB Simatupang No.Kav. 17, Jakarta.
(Tulisan pernah saya unggah 2 Desember 2019)