Belajar Rumi

002

2 JANUARI, 2022

Rumi’s Daily Secrets
Jalaludin Rumi
HB Jassin

Foto hati oleh Ben_Kerckx, Pixabay.

Kekasih adalah segalanya, pencinta hanya sebuah tabir

Kekasih hidup abadi, pencinta hanyalah benda mati

Jika cinta meninggalkan perlindungan yang kuat,

pencinta akan ditinggalkan seperti

burung yang tanpa sayap.

Bagaimana aku akan terjaga dan sadar

jika tidak disertai cahaya Kekasih.

Cinta menghendaki firman ini disampaikan.

Jika kita menemukan cermin hati yang kusam

karat ini tidak terhapus dari wajahnya.

Saya tidak paham membaca puisi ini. Siapa “Kekasih” dan siapa “pencinta”? Saya menginterpretasikan “kekasih” itu terkait dengan perasaan yang tulus dan divine, sementara “pencinta” itu terkait dengan nafsu. Saya sampaikan kepada Bu Widarti bahwa saya tidak paham, dan menurut Bu Widarti “pencinta” adalah orang yang mencintai “kekasih”. Ini semacam pendekatan terhadap Tuhan. Oke, masih ada persamaan dari interpretasi kami: Kekasih adalah sosok divine, sementara pencinta adalah sosok duniawi.

Namun saya  bingung pada baris berikutnya. Kata “cinta” pada baris ketiga tampaknya mengacu pada “kekasih” atau “pencinta” kehilangan rasa cintanya?

Karena penasaran pada isi puisi hari kedua, saya pun membeli versi bahasa Inggris yang menjadi sumber penerjemahan Pak Jassin. Alhamdulillah ada di ebook Rumi Daylight di Google Playbook, dengan harga diskon dan bonus poin. Apakah semesta mendukung?

Ini adalah teks puisi hari kedua pada buku edisi Inggris.

The Beloved is all, the lover just a veil.
The Beloved is living, the lover a dead thing.
If Love witholds its strengthening care,
the lover is left like a bird without wings.
How will I be awake and aware
if the light of the Beloved is absent?
Love wills that this Word be brought forth.
If you find the mirror of the heart dull,
the rust has not been cleared from its face.

Teks Inggris ini menjadi jawaban atas teka-teki tentang “kekasih” dan “pencinta”.  “The Beloved” adalah Tuhan, sedangkan “the lover” adalah manusia. Interpretasi itu terbantu dari penggunaan huruf kapital. Penerjemahan yang terlalu ketat mengacu pada bahasa sumber (Inggris) membuat pembaca Indonesia tidak memperoleh rasa yang sama dengan ketika membaca teks bahasa Inggris.

Mengapa Pak Jassin tidak memakai “Sang Kekasih” sebagai padanan “The Beloved” dan “Love”? “Sang Kekasih” merupakan gabungan kata sandang dan nomina sehingga sepadan dengan struktur “The Beloved”. Penulisannya pun bisa memakai huruf kapital, sehingga pembaca tahu bahwa yang dimaksud adalah Tuhan.

Tanpa bermaksud sok tahu, saya mencoba memperbaiki terjemahan Pak Jassin. Mohon maaf ya, Pak Paus Sastra, saya hanya mencari kenyamanan dalam memahami teks Rumi.

 

 

Kekasih adalah segalanya, pencinta hanya sebuah tabir

Setelah membaca teks Inggris ini, saya meyakini bahwa puisi ini terinspirasi pada asmaul husna (99 sifat Allah). Seandainya penerjemahan mengacu pada istilah yang dipakai dalam asmaul husna, pembaca Indonesia akan lebih mudah paham.

Baris pertama menyebutkan “all”. Mesti dipelajari kata apa yang dipakai Rumi yang mengacu pada sifat yang tak terukur. Ada empat kemungkinan, yaitu Dzul Jalaali Wal Ikraam (Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan), Al Muta`aalii (Mahatinggi), Al Kabiir (Mahabesar), Al `Azhiim (Mahaagung)

Pemakaian prefiks/kata “maha” akan membuat pembaca Indonesia mahfum bahwa yang dibicarakan adalah Tuhan. “Maha” mengandung arti “sangat” atau “amat” dan biasa dipakai untuk menggambarkan sifat superlatif Tuhan. “The Beloved is all” akan dapat dipahami orang Indonesia kalau terjemahannya “Sang Kekasih mahabesar”. Dari keempat sifat yang terkait dengan “allness” saya memilih “mahabesar”.  Kata itu mengacu pada sesuatu yang tak terhitung lagi ukurannya, menempati segala yang ada di semesta dan hati manusia.

Anak kalimat “the lover just a veil” diterjemahkan menjadi “pencinta hanya sebuah tabir”. Satuan “sebuah” kurang halus. Mengapa tidak “selapis”? Pada baris itu disampaikan kontras antara sifat Tuhan dan manusia. “All” dikontraskan dengan “veil”. “All” mengandung makna segalanya, yang jauh dan dekat, sedangkan “veil” terkait dengan daya pandang terbatas. Walaupun medan makna “tabir” dan “veil” tidak sama, saya setuju dengan pemilihan kata ini. “Tabir” adalah segala sesuatu yang melapisi, sedangkan “veil” terkait dengan busana perempuan yang membuat pemakai tidak bisa melihat dan dilihat. Ada medan makna yang sama antara keduanya: selapis, tipis. Untuk menambah kontras saya pikir bisa  dipakai “selapis” atau “setipis tabir.”

Kekasih hidup abadi, pencinta hanyalah benda mati

Baris kedua, berbunyi, The Beloved is living, the lover a dead thing, dan diterjemahkan menjadi “Kekasih hidup abadi, pencinta hanyalah benda mati”

Sifat Allah yang mungkin ada terkait dengan baris itu adalah Al Baaqii (Mahakekal) dan Al Hayyu (Mahahidup). Jadi terjemahan yang saya tawarkan adalah “Sang Kekasih Mahakekal, pencinta makhluk fana”. Alih-alih menggunakan frase “benda mati” yang kurang puitis, saya memilih kata “fana”.

Jika cinta meninggalkan perlindungan yang kuat, pencinta akan ditinggalkan seperti burung yang tanpa sayap.

If Love witholds its strengthening care, the lover is left like a bird without wings. diterjemahkan menjadi “Jika cinta meninggalkan perlindungan yang kuat, pencinta akan ditinggalkan seperti.burung yang tanpa sayap.” Frase “meninggalkan perlindungan yang kuat” tidak lazim. “Withold” berarti “mengurangi”, “melepas” atau “menghentikan”, namun dalam kalimat ini saya cenderung menjadikannya kalimat negatif, tidak lagi melakukan sesuatu: “Jika Sang Kekasih tidak lagi menjaga”.

Strengthening care” terkait dengan sifat halus tapi maskulin, jadi sifat Allah yang tepat adalah Al Mu`min (Maha Memberi Keamanan) dan Al Waliyy (Maha Melindungi). Padanan yang tepat adalah “penjagaan”. Jadi lengkapnya: “Jika Sang Kekasih tidak lagi menjaganya, pencinta pun seperti burung tanpa sayap“, tanpa kata tugas “yang”. 

 

Bagaimana aku akan terjaga dan sadar jika tidak disertai cahaya Kekasih.

“How will I be awake and aware if the light of the Beloved is absent?” Kata “will” di dalam kalimat ini tidak bersifat futuristik seperti yang terkandung pada kata “akan”. Saya cenderung melihat kata “will” sebagai perilaku yang tetap atau kebiasaan. Di dalam kamus Merriam Webster disebutkan bahwa salah satu definisi “will” adalah “used to express frequent, customary, or habitual action or natural tendency or disposition”. Jadi padanan yang lebih tepat adalah “tetap”, dan untuk anak kalimat seluruhnya adalah “Bagaimana aku bisa tetap terjaga dan sadar”. Saya tambahkan kata “bisa” untuk penekanan.

“If the light of the Beloved is absent” diterjemahkan “jika tidak disertai cahaya Kekasih”. Tidak ada yang salah pada padanan itu. Namun supaya terasa ada bonding antara aku dan Sang Kekasih, saya cenderung mengatakan “tanpa bimbingan cahaya Sang Kekasih”. Kata “bimbingan” lebih  menunjukkan kehadiran Sang Kekasih.

Jadi terjemahan lengkap adalah “Bagaimana aku bisa tetap terjaga dan sadar, tanpa bimbingan cahaya Sang Kekasih?”

Cinta menghendaki firman ini disampaikan.

“Love wills that this Word be brought forth” diterjemahkan menjadi “Cinta menghendaki firman ini disampaikan”. Kata “will” merupakan verba, bukan auxilliary verb (penanda futuristik), jadi cukup tepat dipadankan dengan “berkehendak”. Yang perlu diperhatikan, “Word” bersifat tunggal, mengacu pada hal yang spesifik. Jadi firman mana yang dimaksud? Saya menginterpretasikan bahwa firman itu terkait dengan kalimat terakhir pada puisi.

 

Jika kita menemukan cermin hati yang kusam, karat ini tidak terhapus dari wajahnya

Kalimat di atas terdengar aneh di telinga saya. Kata ganti “kita” membuat saya harus mengubah point of view, dari orang ketiga tunggal (Sang Kekasih),  lalu orang pertama (aku), dan terakhir “kita”.

Kata “karat” tidak berkolokasi dengan “wajah” karena wajah bukan logam.

Versi bahasa Inggrisnya adalah: “If you find the mirror of the heart dull, the rust has not been cleared from its face”. Rumi memakai kata “you“, karena ini adalah pesan dari Sang Kekasih yang perlu disampaikan. Sang kekasih memberi peringatan semacam: hati-hati ya jika cerminan hatimu kusam. …. atau isi hati yang terpantul di wajahmu terlihat kusam.

Pada anak kalimat “the rust has not been cleared from its face”,  kata “its face” mengacu pada cermin, bukan wajah manusia. Kata “face” pada kalimat itu mengandung makna permukaan, bukan wajah,

Pada anak kalimat berikutnya, penggunaan tense “has not been” adalah present perfect continuous, yang berarti “sudah dimulai dan akan terus berlangsung”. Jadi ada harapan dan trust bahwa kegiatan membersihkan kotoran (penyebab kusam) belum selesai. Ini sangat berbeda dengan terjemahan “karat ini tidak terhapus dari wajahnya” yang seolah-olah sudah final tidak akan bisa dihapus.

Terjemahan Rumi Hari Kedua versi saya adalah:

Sang Kekasih adalah Mahabesar, pencinta hanya selapis tabir.

Sang Kekasih Mahakekal, pencinta makhluk fana.

Jika Sang Kekasih tidak lagi menjaganya,

pencinta pun seperti burung tanpa sayap.

Bagaimana aku tetap bisa terjaga dan sadar

tanpa bimbingan cahaya-Nya.

Sang Kekasih  menghendaki firman ini disampaikan:

Jika cerminan hatimu kusam,

ada kotoran yang belum dibersihkan.

Setuju? Bila tidak, tidak apa-apa. Puisi itu interpretable.

Pembacaan puisi hari kedua ini berbeda dengan tujuan saya sebenarnya. Semula saya ingin mendapatkan insight, bukan menganalisis terjemahan. Namun apa boleh boleh kalau jembatan yang kita pakai untuk mencapai tujuan perlu diperbaiki dahulu.

Ketika kuliah, saya mengikuti satu atau dua semester kuliah terjemahan. Dulu saya tidak menikmati kuliah itu karena membedah penerjemahan dari tingkat paragraf sampai morfem. Namun berpuluh-puluh tahun kemudian pengetahuan itu berguna untuk membangun kedekatan saya dengan Tuhan. Ya, ketika terjemahan teks yang saya hadapi kurang tepat, saya punya perkakas untuk memperbaikinya.

 

 

 

× Hubungi saya