BELAJAR RUMI
(Keberagaman … di Dapur)
- Rumi Daylight (Camille & Kabir Helminski)
- Rumi’s Daily Secrets (HB Jassin)
024
24 JANUARI, 2022
Di hari ke-24, saya dan Ibu Widarti menemukan bahwa Rumi relevan untuk kehidupan abad ke-21. Puisi itu pendek, begitu juga teks untuk status media sosial warga kehidupan digital. Mengapa tidak mengawinkan keduanya?
If ten lamps are present in one place,
each differs in form from another;
yet you can’t distinguish whose radiance is whose
when you focus on the light.
In the field of spirit there is no division;
no individuals exist.
Sweet is the oneness of the Friend with His friends.
Catch hold of spirit.
Help this headstrong self disintegrate;
that beneath it you may discover unity,
like a buried treasure.
[I, 678-83]
Saya menafsirkan sajak ke-24 ini sebagai kebersamaan dalam keberagaman. Jika 10 lampu berpendar, maka kita tidak dapat membedakan cahaya yang satu dengan lainnya. Ke-10 lampu itu membentuk harmoni cahaya. Jadi tidak penting lagi mana lampu yang membiaskan cahaya terindah. Ketika satu lampu padam, akan terjadi ketimpangan. Ketika kita menulis puisi harmoni dalam keberagaman, saya pikir paling tepat adalah menulis puisi tentang masakan, Hmm … Dari pencarian di internet saya menemukan buku puisi kuliner yang menarik. Sayangnya buku itu tidak dijual bebas. Dari blog Puisi Kuliner yang Matang | Sainul Hermawan (ulm.ac.id) ada kutipan puisi yang yummy. Izin kutip ya, Pak Sainul Hermawan.
kalau saja tahu Sumedang itu tahu
akan terhidang di rumah makan Padang
ia takan cukup berani meradang
dalam gulai cumi isi tahu
dikocok bersama telur dan daun bawang
tetapi tahu tetap saja tahu
walau suka pergi jauh merantau ke mana-mana
ia tak kan pernah mau cerita
tentang penderitaan tersesat di dalam perut cumi
sementara kamu diam-diam mencatat pelanggan
yang tak henti setiap makan siang
minta dihidangkan gulai cumi isi tahu
dengan bahasa Padang logat Sunda
(Eddie MNS Soemanto)
Setuju kalau puisi penyair bernama Jawa ini lucu? Toss! Puisi itu berjudul “Gulai Cumi Isi Tahu” yang mengisahkan penderitaan tahu Sumedang di perut cumi. Penjualnya yang berbahasa Padang logat Sunda malah bersukacita karena hidangan itu laris manis. Penyatuan gulai Padang dan tahu Sumedang menjadikan warung itu sah menjadi rumah makan Padang yang dimiliki orang Sunda.