Belajar Rumi

008

8 JANUARI, 2022

Rumi’s Daily Secrets
Jalaludin Rumi
HB Jassin

Rumi’s Daily Secrets
Camille & Kabiir Helminski

A thorn in the foot is hard to find.
What about a thorn in the heart?
If everyone saw the thorn in his heart,
when would sorrow gain the upper hand?

“Duri” pada sajak hari ke-8 ini ibarat “padanan kata” pada bahasa sasaran. Duri diciptakan untuk melindungi tanaman. Begitu juga, kata yang dipadankan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dimaksudkan agar pesan yang terkandung pada teks asli tetap terjaga. Nah kalau kita bisa mendapatkan padanan kata yang tepat, pembaca pada bahasa sasaran akan memahami teks seperti pembaca pada bahasa sumber. Istilah gampangnya, penerjemahan pun beres.

Duri bisa menyakitkan bila mengenai tubuh manusia. Begitu juga dengan penerjemahan, bila diksi tidak tepat, pembaca teks terjemahan akan merasakan hal yang aneh.

Hari ke-2

Dalam proses penerjemahan karya Rumi, sangat mungkin akan muncul duri yang menyakitkan. Secara geografis dan secara waktu terentang jarak yang panjang antara Rumi, penerjemah dan pembaca. Misalnya, pada sajak kedua ada kata “veil”. Agar bisa memahami mengapa Rumi memakai kata itu sebagai metafora cara pandang manusia (the lover), kita perlu memahami makna veil dalam konteks kehidupan Rumi. Siapa yang memakai veil, kapan dipakai? Apa warna dan bagaimana ketebalannya?

Pak Jassin menerjemahkan “veil” dengan “tabir” untuk menunjukkan terbatasnya segala hal yang dipunyai manusia, seperti jarak pandang yang dimiliki seseorang yang memakai veil.  Kata “tabir” lebih netral daripada “veil“.

Hari ke-4

Pada hari ke-4 saya menjadi tidak puas dengan teks yang dipenggal-penggal, baik di buku Pak Jassin maupun Helminski. Di buku Pak Jassin, tertulis

Orang tidak disiplin tidak hanya merugikan diri sendiri–

dia akan membakar seluruh dunia,

Disiplin dapat membuat surga penuh terisi cahaya,

disiplin dapat membuat para malaikat bersih dan suci.

Penerjemahan di atas membuat Ibu Widarti, partner saya dalam membaca Rumi, menulis di WA: “Kenapa disiplin bisa membuat malaikat bersih dan suci?” Ibu Widarti tertusuk duri!

Ya, sajak itu penuh duri karena kita tidak mengerti maksudnya. Agar memahami konteksnya, sayapun mencari sajak Masnawi I dan II yang dipakai Helminski untuk menulis Daylight. Alhamdulillah di website Helminski ada file Masnawi I-VI. Bahkan ada versi Persia, di samping terjemahan bahasa Inggris.

Di Masnawi I saya menemukan bahwa kata “discipline” (terjemahan Helminski) berasal dari kata Persia “adab”. Kata “adab” berarti “budi pekerti; kesantunan, akhlak.” Entah mengapa Helminski menggantinya dengan kata “disiplin” di dalam buku Daylight. Sajak hari ke-4 di Daylight diambil dari Masnawi I baris ke-79 dan ke-91:

Baris ke-79:

The undisciplined man does not mistreat himself alone,
but he sets the whole world on fire.

Baris ke-91:

Through Adab this Heaven has been filled with light,
and through discipline the angels became immaculate and holy.

Seharusnya baris 92-93 juga disertakan karena ada tokoh Azazil:

By reason of Adab the sun was eclipsed,
and insolence caused an ‘Azazil to be turned back from the door

Tokoh Azazil menjadi penting, untuk mempertajam karakter malaikat. Dalam konteks Quran, malaikat dan Azazil (iblis) adalah sosok dengan sifat yang bertentangan, sedangkan manusia terombang-ambing di antara keduanya. Manusia bisa baik kalau mendengarkan suara malaikat, dan bisa memiliki karakter negatif kalau mendapat pengaruh iblis.

Dengan melihat konteks itu, kita bisa memberikan padanan “adab” dengan lebih tepat untuk manusia dan malaikat.  Untuk manusia, kata “adab” bisa dipakai, sedangkan untuk malaikat kata yang lebih pas adalah “patuh” (usulan Bu Widarti).

Saya juga berkonsultasi kepada seorang kerabat yang pernah kuliah di Fakultas Sastra Jurusan Arab UI, mengenai penerjemahan yang tepat untuk kata “adab” dalam teks itu. Dia mengatakan bahwa untuk sosok malaikat, kata “patuh” atau “tunduk” lebih tepat.

Duri pun tercabut.

Hari ke-6

Sajak hari ke- 6 berbunyi

The lover’s ailment is not like any other;
Love is the astrolabe of God’s mysteries.
Whether Love is from heaven or earth,
it points to God.

Lover’s ailment ini membuat saya bingung. Apa ya maksudnya?  Dari pengelanaan di internet, saya membeli Senandung Cinta Abadi yang diterjemahkan oleh Abdul Hadi WM. Pak Abdul menulis dalam bentuk semiprosa: berupa cerita, dengan tetap mempertahankan susunan sajak Masnawi. 

Dari teks Senandung Cinta saya paham bahwa Masnawi I, baris 35-245, berkisah tentang seorang raja yang jatuh hati kepada perempuan dari kalangan rakyat jelata. Ketika perempuan itu sakit (the lover’s ailment), raja memanggil tabib-tabib untuk menyembuhkannya. Pesan Rumi terselubung dalam rasa cinta raja kepada perempuan itu, rasa sakit, dan perilaku tabib. 

Membaca teks Pak Abdul Hadi seperti menemukan ujung duri yang tertancap di kaki, dan dapat diupayakan langkah untuk mencabutnya.

Hari ke-8

Nah, pada hari ke-8 ini saya menemukan duri pada terjemahan Pak Abdul Hadi. Teks terjemahan versi Helminski adalah

A thorn in the foot is hard to find.
What about a thorn in the heart?
If everyone saw the thorn in his heart,
when would sorrow gain the upper hand?

Di dalam teks di atas ada idiom, yaitu “gain the upper hand over any one”, yang diterjemahkan menjadi “berkuasa” oleh HB Jassin.

Duri dalam kaki sukar ditemukan.

Apalagi duri dalam hati,

Jika ada orang yang melihat duri di hatinya,

mana mungkin kesedihan akan berkuasa?

Untuk baris terakhir, Ibu Widarti mengusulkan kata “duka” sebagai pengganti “kesedihan”. Idiom “gain the upper hand”  berarti “take control” (kamus Cambridge), jadi terjemahan baris terakhir, menurut Ibu Widarti, adalah “Kapan duka bisa diatasi?” 

Pada buku Senandung Cinta, Pak Abdul Hadi menerjemahkan sebagai berikut:

kapan duka cita akan mengangkat tangannya lebih tinggi melebihi tangannya sendiri?

Ketika membaca teks ini saya bertanya tangan siapa yang dimaksud? Pak Abdul Hadi tidak memperlakukan “gain the upper hand” sebagai idiom tetapi kata per kata.

Satu hal yang menarik. Ada frase nomina yang dihilangkan Helminski, namun ada pada Masnawi, yaitu low fellow:

If every low fellow had seen the thorn in the heart,

when would sorrows gain the upper hand over any one?

Reynold  Nicholson, penerjemah Masnawi dari bahasa Persia ke bahasa Inggris menyebutkan base fellow.

If every base fellow had seen the thorn in the heart

 

Pada awalnya saya menjadi curiga apakah low/base fellow ini mengacu pada si gadis rakyat jelata idaman raja. Namun karena penggunaan kata ganti kepunyaan maskulin (his), saya berasumsi Rumi sedang bercerita tentang orang awam pada umumnya. 

Cukup pelik ya menukil duri dari kaki. Ya begitulah dengan penerjemahan. Kita mesti hati-hati dan cermat dalam mengalihkan bahasa agar tidak tertancap duri di tubuh pembaca bahasa sasaran.

 

× Hubungi saya