Daster overslag menjadi kekhasan ibu saya. “Penampakan” beliau sehari-hari adalah berdaster overslag dari bahan katun, panjang menutupi kaki, lengan pendek, dan ada saku besar di sisi kanan.

Overslag adalah busana yang bertumpu pada bagian depan. Mungkin overslag mendapat inspirasi dari kimono. Busana ini tidak berkancing ataupun ritsleting. Pengguna cukup mengatupkan sisi kanan ke kiri. Untuk overslag perempuan, sisi kanan selalu di atas sisi kiri, sebaliknya untuk laki sisi kiri yang menutup sisi kanan.

Menurut Mbak Cup, salah satu penjahit Ibu di masa baheula yang masih bersilaturahim dengan keluarga kami dan masih menerima jahitan, baju overslag itu mudah dibuat karena pola tengah badan tinggal ditarik mengikuti bentuk overslag yang diinginkan.

Saat kami sekeluarga membongkar baju Ibu kembali di tahun 2023 ini, untuk memulai proyek sajadah, daster overslag Ibu sudah tidak ada. Mungkin setelah Ibu wafat, baju daster itu yang paling mudah diwariskan kepada orang lain, sehingga tidak bersisa.

Sajadah Overslag

Kisah daster overslag menjadi inspirasi desain sajadah yang saya buat dari baju Ibu. Pada sajadah itu ada garis diagonal dari kiri ke kanan (saya membayangkan sajadah itu berhadapan dengan kita).

Saya memakai teknik bernama faux chenille (bulu palsu) untuk sajadah ini. Teknik ini dibuat dengan mengeluarkan serat kain. Baju-baju Ibu dari bahan yang licin, sehingga ketika serat dikeluarkan akan muncul tekstur yang halus.

Teknik ini saya pelajari dari Ibu Hana dari Threadapeutic. Yang lucu, saya sudah pernah membeli karya beliau pada pameran Climate Exchange di JCC tahun 2016. Ketika belajar chenille, saya bawa tas goni yang sudah usang itu. Bu Hana tampak bahagia melihat “anaknya”. Beliau bersedia memperbaiki bagian yang sobek.

Saya belajar teknik dasar faux chenille pada Bu Hana. Selanjtnya ya praktik dan praktik. Di samping itu, saya memakai buku  New Directions in Chenille   sebagai acuan.

Palet Warna

Kami sekeluarga tahu bahwa warna kesukaan Ibu adalah ungu. Saya pun ingin menjadikan ungu sebagai warna utama. Namun saya merasa tidak nyaman dengan paduan warna yang muncul. . Bagian ungu saya dedel dan ganti dengan warna turqoise muda. Saya memilih warna ini karena menurut color wheel, warna yang berkomplementer dengan maron adalah turqoise.

Pada bagian bawah (kira-kira sepertiga bagian kain), diberi warna hijau turqoise motif bunga. Turqoise muda diambil dari vuring supaya ada tempat istirahat mata.

Barang Bagus

“Barang bagus” adalah sebutan saya untuk barang tidak terpakai. Saya tidak mau menggunakan istilah “barang bekas”, karena berkesan negatif. Dalam proyek sajadah ini sebisa mungkin saya gunakan barang bagus.

Pendedelan ini mengakibatkan sambungan dengan chenille baru menjadi tidak rapi, sehingga saya perlu mengakali dengan memasang embelishment (hiasan).  Masalah hiasan ini juga bongkar pasang. Pita besar atau kecil? Turqoise atau maron? Pada akhirnya saya menetapkan untuk memasang pita turqoise bekas  untuk sambungan horisontal. Pada sambungan diagonal saya pasang manik mote warna maron.

Ya, bagian terlama dan tersulit dari proyek sajadah adalah menentukan warna, desain dan bahan yang dipakai. Ada kemungkinan juga di perjalanan, desain saya rombak lagi. Pada akhirnya saya menetapkan untuk memasang pita turqoise bekas  untuk sambungan horisontal. Pada sambungan diagonal saya pasang manik mote warna maron.

 

“Aku Pesen”

Mbak Sri, kakak sulung saya sudah naksir sajadah ini sejak awal. Kelak sajadah ini akan saya serahkan kepada beliau. Apalagi selama ini Mbak Sri adalah yang merawat barang-barang Ibu. Hari ini sajadah belum jadi karena saya ingin proses menjahit bisban dilakukan serempak bersama sajadah lain. Namun saya lega, bagian utama dari sajadah sudah terlihat.

× Hubungi saya