Ketika Malam Tiba (Bengi) adalah judul desain sajadah yang saya berikan untuk si biru. Ya, sajadah ini berwarna blue navy, untuk menggambarkan kegelapan, tetapi masih ada terang. Terutama karena ada sinar bulan.

Bengi adalah salah satu sajadah dalam proyek sajadah Ibu, yaitu kegiatan mengubah baju almarhum Ibu menjadi sajadah. Tema ini saya pilih karena ada hal menarik pada Ibu saat matahari sudah tergelincir, tepatnya ketika Bapak pulang kantor. Ibu mengakhiri kegiatan di ruang jahit  Namun pikirannya pada pekerjaan sekaligus hobinya pasti masih berlangsung. Karena itu bagian atas saya gambarkan suasana yang sepi, dan bagian bawah suasana yang riuh dalam pikiran Ibu.

Palet Warna

Proyek Bengi berawal ketika saya melihat salah satu contoh di buku Layered Cloth karya Ann Small. Saya suka dengan paduan warna biru tua dengan jingga. Dari anak saya, Bintang, yang seorang pelukis, saya mendapat info bahwa van Gogh punya karya dengan tema malam dan paduan biru tua dan jingga, The Starry Night (Lihat di sini).

Setelah mengamati baju-baju Ibu, saya mendapatkan gaun berwarna biru tua, yang pas untuk total look sajadah. Agar ada kesan fluffy, saya memakai bahan mirip selimut yang diberikan oleh seorang donatur. Yang sulit ternyata bagian jingga karena saya tidak mendapatkan warna jingga terang pada koleksi baju Ibu. Jadi beberapa kali saya melakukan bongkar pasang mendapatkan warna jingga yang pas dari kain-kain saya.

Baju Ibu dengan warna jingga mengarah ke merah saya pakai untuk siluet rumah. Di samping rumah  ada siluet pohon-pohonan berwarna ungu.

Ketika Malam Tiba

 

Teknik Menjahit

Ann Small menyebut teknik ini sebagai fabric manipulation (mengolah kain) dengan cara menumpuk, menggunting, dan mengulik kain untuk menghasilkan tekstur, warna dan desain artistik.

Teknik menjahit pada Bengi ada dua bagian, bagian atas dan bawah. Saya memakai prinsip The Rule of Third, sehingga perbandingan bagian atas dan bawah adalah 2:1.

Bagian Atas

Bagian atas sajadah memakai teknik menjahit faux chenille (Saya menjelaskan tentang faux chenille di sini.

Arah guntingan sengaja dibuat membelok tidak sejajar agar seperti angin, dengan berpusat pada bulan.

Ketika Malam Tiba

Biasanya saya memakai lima tumpuk kain untuk faux chenille. Namun karena di dalam tumpukan kain ini ada selimut, saya hanya menumpuk empat lembar. Pertama, pada lapis paling bawah (tapi bukan backing) saya letakkan kain polos bekas sprei. Di atasnya saya susun baju-baju Ibu dengan nuansa warna kuning. Pada lapis ketiga adalah kain polos nuansa hijau. Lapis keempat kain selimut berwarna biru. Pada gambar di bawah ini hanya lapis kedua dan ketiga yang saya tampilkan.

Ketika Malam Tiba

Bagian Bawah

Di area bawah saya memakai teknik slash and stitch (gunting dan tisik). Saya hanya mengikuti panduan dasar dari buku Ann Small, dan kembangkan sendiri. Agak lama pengerjaan bagian ini saat mencari desain yang cocok.

Ketika Malam Tiba

Barang Bagus

Barang bagus adalah sebutan untuk benda tidak terpakai yang saya manfaatkan dalam proyek sajadah ini. Ya, pastinya baju Ibu adalah barang bagus. Selain itu, ada hiasan dari dompet oleh-oleh dari Arab yang saya pikir cocok untuk sajadah ini.

 

Alhamdulillah ….

Sewaktu saya menulis blog ini, sajadah peta belum selesai saya jahit. Bisban keliling dan pelapis paling bawah belum dijahit. Meskipun demikian, saya lega karena desain dasar yang saya inginkan sudah tampak.

× Hubungi saya