Quilt map? Ya, peta yang dibuat dengan teknik quilting. Subyek yang dijadikan peta adalah rumah masa kecil kami sekeluarga. Oh ya tepatnya denah, bukan peta, karena hanya menggambarkan satu lokasi, yaitu rumah masa kecil kami.

Rumah di Surabaya, Jl Jaksa Agung Suprapto no 7, menjadi rumah kenangan kami sekeluarga. Dari beberapa rumah yang pernah ditempati Bapak dan Ibu, hanya di rumah itu ke-10 anak Bapak dan Ibu pernah merasakan tinggal di sana. Rumah itu memiliki luas bangunan 400 m2 dan luas tanah 1.500 m2. Cerita lengkap tentang rumah kami dapat dibaca di  RumahKetabang

Bapak mendapat jatah rumah dinas perwira itu pada tahun 1958, bersamaan dengan lahirnya anak yang ke-7. Keluarga kami tinggal di sana sampai tahun 1968, setelah kelahiran tiga anak berikutnya, termasuk saya. Rumah itu kami tinggalkan ketika Bapak pindah tugas ke Jakarta. Kami tidak pernah lagi tinggal serumah, karena ada yang kuliah di luar kota, dan ada yang menikah.

Quilt Map Ketabang

Dalam proyek sajadah Ibu, saya merekam kenangan tentang rumah Ketabang dengan mengubah denah menjadi sajadah. Denah dibuat oleh Mas Bambang Hudyanto. kakak saya yang no. 6, seorang arsitek. Pastinya sajadah itu dibuat dari baju-baju ibu.

Ide membuat quilt map saya peroleh dari buku Art Quilt Map karya Valerie Goldwin, seorang arsitek dan quilter dari Amerika Serikat. Konsep peta menjadi quilt saya pelajari lagi di website Goldwin. 

Saya juga belajar memilih teknik sulaman untuk quilt map di Craftsy.com. Kebetulan saya menjadi member di situs craft itu sehingga bisa belajar gratis tentang map embroidery di kelas Robert Mahar. Pak Mahar ini jago nge-craft-nya. Karya-karyanya bisa dilihat di RobertMahar.com.

Langkah Awal

Proyek quilt map saya awali dengan mencetak denah pada kain. Sebelum mengirim ke jasa pencetak kain, saya membuat desain pada aplikasi Canva. Saya membuat ukuran sesuai proporsi sajadah yang akan dibuat. Saya perkirakan denah ini akan menempati separuh bagian tengah sajadah berukuran 56 x 110 cm.

Arah hadap denah saya diskusikan dengan Mas Bambang. Denah ini tidak akan menghadap ke Utara, namun ke Barat, sesuai arah hadap Kiblat. Akibatnya, pintu gerbang jadi terletak di bawah. Mengikuti pertimbangan Mas Bambang agar area kamar mandi tidak menjadi tempat sujud, service area hanya akan menjadi deretan kamar, tanpa penanda khusus.

Palet Warna

Saya melihat baju-baju Ibu banyak yang mengarah ke blue-green atau turqoise. Karena itu saya cenderung membuat kombinasi dengan skema monokromatik dan komplementer (berseberangan). Jadi ada gradasi blue-green (skema monokromatik) dan perpaduan blue-green dan red-orange (skema komplementer).

Monokromonatik menjadi simbol dari inner dialogue Ibu sebagai orang Jawa. Ibu adalah orang Jawa yang setia kepada suami dan hormat kepada orang tua.

Warna komplementer menjadi perlambang kesukaan Ibu untuk berteman, berorganisasi, dan mengeksplorasi hal baru di luar rumah.

Teknik Menjahit

Sajadah ini memakai teknik menjahit tangan dan mesin jahit. Teknik itu dipilih untuk mengenang Ibu, yang belajar menjahit saat di bangku sekolah kepandaian putri di Yogyakarta. Dulu saya sering mendengar atau bahkan mencoba teknik-teknik itu. Pada saat saya menulis blog ini saya baru menyelesaikan bagian sajadah. Saya berencana untuk membuat tutorial pengerjaan sajadah agar lebih jelas proses yang saya lakukan. Untuk sementara, saya cantumkan tutorial teknik serupa yang sudah ada di Youtube. Tidak terlalu sama, tetapi langkah dasarnya serupa.

Teknik Menjahit dengan Mesin

Bordir Aplikasi

Teknik bordir aplikasi saya pakai untuk menjahit ruang-ruang pada denah. Tepi kain tidak dilipat, tapi langsung dijahit zigzag.

Opnaisel

Opnaisel adalah teknik menjahit lipit-lipit. Pada sajadah ini jahitan opnaisel saya pakai untuk area bawah.

Teknik Menjahit Tangan

Tusuk Rantai

Tusuk rantai adalah teknik menyulam yang saya pakai untuk tanda tangan Ibu, dan untuk penanda pagar.

Lazy Daisy Stitch

Jenis sulaman lazy daisy stitch saya pakai untuk menandai pohon-pohonan.

Teknik Baru

Pada sajadah ini ada teknik menjahit yang tidak saya peroleh dari Ibu. Saya menyebutnya “teknik baru”. Teknik itu saya pelajari setelah saya membeli mesin jahit digital yang memberikan pilihan berbagai jenis jahitan. Teknik baru yang saya pakai untuk pembuatan ini adalah free motionyaitu teknik menindas bahan yang sudah diberi pelapis dengan sepatu khusus dan area mesin jahit yang bertemu dengan sepatu (dog feed) diarahkan ke bawah..

Barang Bagus

Saya menyebut barang tidak terpakai dengan “Barang bagus”, bukan “barang bekas”, karena berkesan negatif.

Ada dua baju Ibu untuk sajadah ini. Baju-baju itu bermodel tunik dan bawahan, dan dibuat dari bahan sifon.

Hiasan Kulit

Dari Hutz saya memperoleh potongan-potongan kulit. Hutz adalah sebuah workshop pembuatan tas kulit di Jakarta Barat, tempat saya belajar membuat dompet.  Saya sampaikan kepada pengelola workshop (ibu muda berkebangsaan Korea Selatan) untuk memberikan sampah kulit kepada saya. Biasanya potongan-potongan kulit itu dibuang begitu saja. Sayang kan.

Backing

Pelapis belakang saya dapatkan dari donasi kain yang diberikan oleh seorang ibu yang setia memberikan kain kepada saya.

Alhamdulillah ….

Sewaktu saya menulis blog ini, sajadah peta belum selesai saya jahit. Quilting dengan free motion belum selesai, karena jarum patah. Bisban keliling juga belum. Tapi saya lega, desain dasar yang saya inginkan sudah tampak.

Akhirnya …. saya sudah mempresentasikan sajadah ini dalam pertemuan keluarga jelang Lebaran. Kami, putra-putri Bapak dan Ibu, mengenang kembali masa kecil di Surabaya. Keponakan-keponakan dan menantu jadi tahu jejak mbah mereka yang membanggakan.

× Hubungi saya